Askep pada klien kanker paru
- Latar belakang.
Kanker paru merupakan
penyebab kematian utama akibat kanker pada pria dan wanita. Selama 50 tahun terakhir terdapat suatu
peningkatan insidensi paru – paru yang mengejutkan. America
Cancer Society memperkirakan bahwa terdapat 1.500.000 kasua baru dalam tahun
1987 dan 136.000 meningggal. Prevalensi kanker paru di negara maju sangat
tinggi, di USA tahun 1993 dilaporkan 173.000/tahun, di inggris 40.000/tahun,
sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanhyak. Di RS Kanker
Dharmais Jakarta tahun 1998 tumor paru menduduki urutan ke 3 sesudah kanker
payudara dan leher rahim. Karena sistem pencatatan kita yang belum baik,
prevalensi pastinya belum diketahui tetapi klinik tumor dan paru di rumah sakit
merasakan benar peningkatannya. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65
%), life time risk 1:13 dan pada wanita 1:20. Pada pria lebih besar
prevalensinya disebabkan faktor merokok yang lebih banyak pada pria. Insiden
puncak kanker paru terjadi antara usia 55 – 65 tahun. Kelompok akan membahas
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kanker Paru dengan kasus pada tuan J.
Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang efektif dana mampu
ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden kanker paru melalui upaya
preventif, promotof, kuratif dan rehabilitatif.
- Tujuan penulisan.
Mahasiswa mampu untuk
memahami pengertian, etiologi, klasifikasi, stadium, pathway, patofisiologi,
pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan pada klien
dengan kanker paru.
Tinjauan teoritis.
- Pengertian.
Tumor paru merupakan
keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995). Kanker paru
merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam paru
(Underwood, Patologi, 2000).
- Etiologi.
Meskipun etiologi
sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang
agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :
1. Merokok.
Tak diragukan lagi
merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan
antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru
(karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali
lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang
sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko
bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah
ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan,
menimbulkan tumor.
2. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru
yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di
Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan
adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen
etiologi operatif.
3. Kanker paru akibat
kerja.
Terdapat insiden yang
tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan
arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan
orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami
peningkatan insiden.
4. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari
pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen
dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota. ( Thomson, Catatan Kuliah
Patologi,1997).
5. Genetik.
Terdapat perubahan/
mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor
gene.
c. Gene encoding
enzyme.
Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru
didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya
inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del)
atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen
erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk
mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini
menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker
dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan
penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi
agresif pada jaringan sekitarnya.
Predisposisi Gen supresor tumor
Inisitor
|
|
|
|
Delesi/ insersi
Promotor
|
|
|
|
Tumor/ autonomi
Progresor
|
|
|
|
Ekspansi/ metastasis
6. Diet.
Dilaporkan bahwa
rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A menyebabkan tingginya
resiko terkena kanker paru. (Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
- Klasifikasi.
Klasifikasi menurut WHO
untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :
1. Karsinoma
Bronkogenik.
a. Karsinoma
epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari
permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia
akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak
sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang
melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah
bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil
(termasuk sel oat).
Biasanya terletak
ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel – sel
Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil
dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke
mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen
ke organ – organ distal.
c. Adenokarsinoma
(termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan
selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul
di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan
jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi
seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan
secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya
metastasis yang jauh.
d. Karsinoma sel
besar.
Merupakan sel – sel
ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar
dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada
jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan
cepat ke tempat – tempat yang jauh.
e. Gabungan
adenokarsinoma dan epidermoid.
f. Lain – lain.
1. Tumor karsinoid
(adenoma bronkus).
2. Tumor kelenjar
bronchial.
3. Tumor papilaris
dari epitel permukaan.
4. Tumor campuran dan
Karsinosarkoma
5. Sarkoma
6. Tak terklasifikasi.
7. Mesotelioma.
8. Melanoma.
(Price, Patofisiologi, 1995).
- Manifestasi klinis.
1. Gejala awal.
Stridor lokal dan
dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
2. Gejala umum.
a. Batuk
Kemungkinan akibat
iritasi yang disebabkan oleh massa
tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi
berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam
berespon terhadap infeksi sekunder.
b. Hemoptisis
Sputum bersemu darah
karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.
c. Anoreksia, lelah,
berkurangnya berat badan.
- Patofisiologi.
Dari etiologi yang
menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan
deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan
karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus
ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada
kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu
cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi
bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang
timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing
unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan
berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker
paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe,
dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
- Pemeriksaan diagnostik.
1. Radiologi.
a. Foto thorax
posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan
awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk,
ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa
udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau
vertebra.
b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di
percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
a. Sitologi
(sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk
mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan
fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.
c. Tes
kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi
(besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi
Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran
<>
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar
getah bening yang terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan
bila bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal
mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi
jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan
mediastinum.
- Penatalaksanaan.
Tujuan pengobatan
kanker dapat berupa :
1. Kuratif
Memperpanjang masa
bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
2. Paliatif.
Mengurangi dampak
kanker, meningkatkan kualitas hidup.
3. Rawat rumah
(Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis
maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
4. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian
nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi. (Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan,
2000)
- Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan
kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan
yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang
tidak terkena kanker.
a. Toraktomi
eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi
diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk
melakukan biopsy.
b. Pneumonektomi
pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik
bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
c. Lobektomi
(pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik
yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses
paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
d. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan
satau atau lebih segmen paru.
e. Resesi baji.
Tumor jinak dengan
batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru
– paru berbentuk baji (potongan es).
- Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
- Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan
bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi,
seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
- Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta
untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
- Asuhan keperawatan pada klien dengan kanker paru.
1. Pengkajian.
a. Preoperasi (Doenges,
Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
1) Aktivitas/
istirahat.
Gejala : Kelemahan,
ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan(
biasanya tahap lanjut).
2) Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi
vana kava).
Bunyi jantung : gesekan
pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.
3) Integritas ego.
Gejala : Perasaan taku.
Takut hasil pembedahan Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan,
insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
4) Eliminasi.
Gejala : Diare yang
hilang timbul (karsinoma sel kecil). Peningkatan frekuensi/ jumlah urine
(ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid)
5) Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan
berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan. Kesulitan menelan,
Haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau
penampilan kurang berbobot (tahap lanjut) Edema wajah/ leher, dada punggung
(obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal,
karsinoma sel kecil) Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid).
6) Nyeri/ kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada
(tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu
pada tahap lanjut)
dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi. Nyeri bahu/ tangan
(khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma) Nyeri abdomen hilang timbul.
7) Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan
atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau
produksi sputum. Nafas
pendek, Pekerja yang terpajan polutan, debu industri, Serak, paralysis pita
suara.
Riwayat merokok
Tanda : Dispnea,
meningkat dengan kerja, Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi),
Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/
mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi). Hemoptisis.
8) Keamanan.
Tanda : Demam mungkin
ada (sel besar atau karsinoma), Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan
hormonal, karsinoma sel kecil)
9) Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia
(perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel
besar), Amenorea/
impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
10) Penyuluhan.
Gejala : Faktor resiko
keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis Kegagalan untuk membaik.
b. Pascaoperasi
(Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
Þ Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien.
Þ Frekuensi dan irama jantung.
Þ Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan
Ht).
Þ Pemantauan tekanan vena sentral.
Þ Status nutrisi.
Þ Status mobilisasi ekstremitas khususnya
ekstremitas atas di sisi yang di operasi.
Þ Kondisi dan karakteristik water seal drainase.
1) Aktivitas
atau istirahat.
Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.
2) Sirkulasi.
Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.
3) Eliminasi.
Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB
Tanda : Kateter
urinarius terpasang/ tidak, karakteristik urine. Bisng usus, samara atau jelas.
4) Makanan
dan cairan.
Gejala : Mual atau muntah
5) Neurosensori.
Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi.
6) Nyeri
dan ketidaknyamanan.
Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri, Nyeri, ketidaknyamanan dari
berbagai sumber misalnya insisi, Atau efek – efek anastesi.
2. Diagnosa
keperawatan dan rencana keperawatan.
a. Preoperasi (Gale,
Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana Asuhan
Keperawatan, 1999).
1) Kerusakan
pertukaran gas
Dapat dihubungkan :
Hipoventilasi.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan
perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan
bebas gejala distress pernafasan.
b. Berpartisipasi
dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.
Intervensi :
a) Kaji status
pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan
atau perubahan pola nafas. Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi
adanya tahanan jalan nafas.
b) Catat ada atau tidak adanya
bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi. Rasional :
Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.Krekels
adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan
permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan
dengan mukus/ edema serta tumor.
c) Kaji
adanmya sianosis Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum
sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan daun
telinga adalah paling indikatif.
d) Kolaborasi
pemberian oksigen lembab sesuai indikasi Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen
untuk pertukaran.
e) Awasi atau
gambarkan seri GDA. Rasional
: Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan
sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan
terapi.
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Dapat dihubungkan :
a) Kehilangan
fungsi silia jalan nafas
b) Peningkatan
jumlah/ viskositas sekret paru.
c) Meningkatnya
tahanan jalan nafas
Kriteria hasil :
a) Menyatakan/
menunjukkan hilangnya dispnea.
b) Mempertahankan
jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
c) Mengeluarkan sekret
tanpa kesulitan.
d) Menunjukkan
perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas.
Intervensi :
a) Catat perubahan
upaya dan pola bernafas. Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan
pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
b) Observasi penurunan
ekspensi dinding dada dan adanya. Rasional : Ekspansi dad terbatas atau tidak
sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.
c) Catat karakteristik
batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan
karakteristik sputum. Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung
pada penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak,
kental, berdarah, adan/ atau puulen.
d) Pertahankan posisi
tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan Rasional :
Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein
dipengaruhi.
e) Kolaborasi
pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek
samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan
viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret.
Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.
3) Ketakutan/Anxietas.
Dapat dihubungkan :
a) Krisis situasi
b) Ancaman untuk/
perubahan status kesehatan, takut mati.
c) Faktor psikologis.
Kriteria hasil :
a) Menyatakan
kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.
b) Mengakui dan mendiskusikan
takut.
c) Tampak rileks dan
melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani.
d) Menunjukkan
pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.
Intervensi :
a) Observasi
peningkatan gelisah, emosi labil. Rasional : Memburuknya penyakit dapat
menyebabkan atau meningkatkan ansietas.
b) Pertahankan lingkungan tenang
dengan sedikit rangsangan. Rasional
: Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.
c) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik
relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi. Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien
menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.
d) Identifikasi
perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi. Rasional : Membantu
pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu
untuk individu.
e) Dorong
pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan. Rasional : Langkah awal dalam
mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong
penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.
4) Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
a) Kurang
informasi.
b) Kesalahan
interpretasi informasi.
c) Kurang mengingat.
Kriteria hasil :
a) Menjelaskan
hubungan antara proses penyakit dan terapi.
b) Menggambarkan/
menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.
c) Mengidentifikasi
dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik.
d) Membuat perencanaan
untuk perawatan lanjut.
Intervensi :
a) Dorong belajar
untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak informasi dalam cara yang jelas/
ringkas. Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat
lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaan informasi/
tugas baru.
b) Berikan informasi
verbal dan tertulis tentang obat Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat
yang aman memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan.
c) Kaji konseling
nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan kalori tinggi. Rasional :
Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami penurunan berat badan
dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.
d) Berikan pedoman
untuk aktivitas. Rasional : Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan
mengimbangi periode istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan regangan/ stamina
dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.
b. Pascaoperasi
(Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1) Kerusakan
pertukaran gas.
Dapat dihubungkan :
a) Pengangkatan
jaringan paru
b) Gangguan
suplai oksigen
c) Penurunan
kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).
Kriteria hasil :
a) Menunjukkan
perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang
normal.
b) Bebas gejala
distress pernafasan.
Intervensi :
a) Catat frekuensi,
kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi penggunaan otot bantu, nafas
bibir, perubahan kulit/ membran mukosa. Rasional : Pernafasan meningkat sebagai
akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan
paru.
b) Auskultasi
paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas tak normal. Rasional : Konsolidasi
dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi normal pada pasien
pneumonoktomi. Namun, pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal
pada lobus yang masih ada.
c) Pertahankan
kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan, dan
penggunaan alat Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi,
menggangu pertukaran gas.
d) Ubah
posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga telentang sampai
posisi miring. Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.
e) Dorong/
bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas bibir dengan tepat. Rasional :
Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/ mencegah
atelektasis.
2) Bersihan jalan
nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan :
a) Peningkatan jumlah/
viskositas sekret
b) Keterbatasan
gerakan dada/ nyeri.
c) Kelemahan/
kelelahan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan, bunyi
nafas jelas, dan pernafasan tak bising.
Intervensi :
a) Auskultasi dada
untuk karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret. Rasional : Pernafasan
bising, ronki, dan mengi menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau obstruiksi
jalan nafas.
b) Bantu pasien
dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk
tinggi dan menekan daerah insisi. Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi
paru maksimal dan penekanan menmguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan
membuang sekret. Penekanan dilakukan oleh perawat.
c) Observasi jumlah
dan karakter sputum/ aspirasi sekret. Rasional : Peningkatan jumlah sekret tak
berwarna / berair awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.
d) Dorong masukan
cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung. Rasional :
Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.
e) Kolaborasi
pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara,
mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret.
3) Nyeri (akut).
Dapat
dihubungkan :
a) Insisi bedah,
trauma jaringan, dan gangguan saraf internal.
b) Adanya selang dada.
c) Invasi kanker ke
pleura, dinding dada
Kriteria
hasil :
a) Melaporkan neyri
hilang/ terkontrol.
b) Tampak rileks dan
tidur/ istirahat dengan baik.
c) Berpartisipasi
dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :
a) Tanyakan
pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas
pada skala 0 – 10. Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena
kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri
dan memberikan alat untuk evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control
nyeri.
b) Kaji
pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien. Rasional : Ketidaklsesuaian
antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri,
kebutuhan/ keefketifan intervensi.
c) Catat
kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi. Rasional : Insisi
posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral.
Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker
dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.
d) Dorong menyatakan
perasaan tentangnyeri. Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan
otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
e) Berikan tindakan
kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi. Rasional:
Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.
4) Anxietas.
Dapat
dihubungkan:
a) Krisis situasi
b) Ancaman/ perubahan
status kesehatan
c) Adanya ancman
kematian.
Kriteria
hasil :
a) Mengakui dan
mendiskusikan takut/ masalah
b) Menunjukkan rentang
perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ istirahat
c) Menyatakan
pengetahuan yang akurat tentang situasi.
Intervensi :
a) Evaluasi
tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa. Rasional : Pasien
dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi
perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan
susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang perlu untuk
memilih intervensi yang tepat.
b) Akui
rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan Rasional :
Dukungan memampukan pasien mulai membuka atau menerima kenyataan kanker dan
pengobatannya.
c) Terima
penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan. Rasional : Bila penyangkalan
ekstrem atau ansiatas mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi isu pasien
perlu dijelaskan dan emebuka cara penyelesaiannya.
d) Berikan kesempatan untuk
bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah
interpretasi terhadap informasi..
e) Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/ pengobatan. Rasional :
Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/ kemandirian pada pasien
yang merasa tek berdaya dalam menerima pengobatan dan diagnosa.
f) Berikan kenyamanan
fiik pasien. Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila
pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik menetap.
5) Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat
dihubungkan :
a) Kurang atau tidak
mengenal informasi/ sumber
b) Salah interperatasi
informasi.
c) Kurang mengingat
Kriteria
hasil :
a) Menyatakan
pemahaman seluk beluk diagnosa, program pengobatan.
b) Melakukan dengan
benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan tersebut.
c) Berpartisipasi
dalam proses belajar.
d) Melakukan perubahan
pola hidup.
Intervensi
:
a) Diskusikan
diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan hasil yang diharapkan. Rasional :
Memberikan informasi khusus individu, membuat pengetahuan untuk belajar lanjut
tentang manajemen di rumah. Radiasi dan kemoterapi dapat menyertai intervensi
bedah dan informasi penting untuk memampukan pasien/ orang terdekat untuk
membuat keputusan berdasarkan informasi.
b) Kuatkan penjelasan ahli bedah
tentang prosedur pembedahan dengan memberikan diagram yang tepat. Masukkan informasi ini dalam diskusi
tentang harapan jangka pendek/ panjang dari penyembuhan. Rasional : Lamanya
rehabilitasi dan prognosis tergantung pada tipe pembedahan, kondisi preoperasi,
dan lamanya/ derajat komplikasi.
c) Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang.
Rasional : Pengkajian evaluasi status pernafasan dan kesehatan umum penting
sekali untuk meyakinkan penyembuhan optimal. Juga
memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/ pertanyaan pada waktu yang sedikit
stres.
Daftar Pustaka
Doenges,
Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta
Long,
Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Holistik,
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.
Suyono,
Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan
Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar